Dalam dekapan sang Malam
Juga belaian angin darat
Di antara debur ombak yang menghampiri bibir pantai
Air mataku jatuh di atas telapak tanganku
Mengingat saat-saat dulu
Saat kita bersama dan berpegangan tangan
Izinkan aku menangisimu lagi
Kali ini ...
Atau nanti dalam kurungan tirai hujan
Yang akan terus menghambat ku
Izinkan aku merindukanmu
Bersamaan dengan menanti sang pelangi menjemputku
Izinkan aku berteriak memanggil namamu
Menyampaikan pada semesta alam semua kerinduanku
Berteriak pada mereka walau kutahu mereka tetap bersikap acuh
Bahwa aku merindukanmu
Sangat merindukanmu
GEMAR BACA
DREAM, BELIEVE, and MAKE IT HAPPEN!
Sabtu, 28 Juni 2014
Rabu, 25 Juni 2014
Kau Kejam , Cinta !
Jalanan tampak basah ,
baru saja diguyur hujan
Setelah sekian lama
kita bersama
Tanpa alasan yang jelas
kau meninggalkanku sendiran
Kau kejam , Cinta !
Tidakkah kau mengerti
sakitnya ditinggal karena ketidaksempurnaanku
Kau begitu angkuh ,
Cinta !
Hanya mau menghampiri
dia yang sempurna , tapi tidak aku
Kau seperti Bulanku
yang pergi ...
Enggan semakin enggan
untuk menerangi duniaku kala malam datang
Enggan untuk bersisian
denganku , kau kejam , Cinta !
Mengapa tak bisa kau
hadir sedikit saja di antara aku dan bulan ...
Kau kejam , Cinta !
Membiarkan aku mengurus bintang-bintang kita dulu sendirian
Kau kejam , kau kejam ,
kau jahat Bulan !
Kamu lari dari tanggung
jawabmu untuk membantuku agar bersama-sama menjaga bintang kita
Mengapa kau tak pernah
berusaha mencintaiku , Bulan ?
Kalian kejam padaku ,
pada bintangku
Tak cukupkah air mata
yang selalu kami keluarkan untuk meminta kehadiran kalian
Kau kejam Cinta ! kau
kejam , Bulan !
Mati Rasa
Dulu selalu ada , kata cinta antara kau dan aku
Dulu selalu ada , canda tawa antara kita
Ku teringat semua janjimu dulu selalu bersama sampai akhir waktu
Dan kini , semua itu adalah kata-kata biasa yang buatmu tak bermakna
Kau pergi dengan yang lain , mengabaikanku
Kau pergi dengan si dia , yang lebih sempurna
Katamu , takkan pernah kau berpaling
dariku
Katamu akulah yang terakhir buatmu
Namun semuanya menjadi sia-sia ,
kelakuanmu buatku mati rasa
Aku mati rasa ketika kau bersamanya
Tiada lagi gunanya kata cintamu dulu
yang kau banggakan pada mereka
Aku mati rasa , hatiku hancur lebur
karena ulahmu
Kini apalah dayaku tuk hapus rasa
cintaku
Tak usah mohon ampun , aku telah mati
rasa
Padamu , pada dunia , pada kata cinta
... Ku telah mati rasa
Tak ada lagi gunanya sebab cinta
hanyalah sebuah luka bagiku
Luka dan dendam yang membuatku nyaris
putus asa
Aku takkan percaya lagi dengan cinta
(tanpa judul)
Tak ada yang tahu ketika aku menangis
Tak ada yang perduli ketika aku menjerit
Tak ada yang mendengar segala pendapatku
Tak ada yang menghibur kala aku sedih
Tak ada yang menopang kala aku hancur lebur
Kalian hanya memaksa , menghina dan mencercaku semaunya
Semua yang kulakukan selalu kalian anggap sebelah mata
Aku memang tak bisa menjadi sempurna
Silahkan anggap aku gila
Aku takkan perduli , takkan mendengar , takkan menghiraukannya
Sama seperti kalian , tak tahu rasanya dihina dan dikucilkan
Tak pernah mencoba mengerti
Hanya berkritik tak bermoral
Tak ada yang perduli ketika aku menjerit
Tak ada yang mendengar segala pendapatku
Tak ada yang menghibur kala aku sedih
Tak ada yang menopang kala aku hancur lebur
Kalian hanya memaksa , menghina dan mencercaku semaunya
Semua yang kulakukan selalu kalian anggap sebelah mata
Aku memang tak bisa menjadi sempurna
Silahkan anggap aku gila
Aku takkan perduli , takkan mendengar , takkan menghiraukannya
Sama seperti kalian , tak tahu rasanya dihina dan dikucilkan
Tak pernah mencoba mengerti
Hanya berkritik tak bermoral
Sabtu, 21 Juni 2014
puisi kehilangan
Waktu Senja Itu
Semilir angin menerpa wajahku
Disaat setetes embun jatuh di telapak tanganku
Bukan , itu bukan embun
Hanyalah setitik air mata kerinduan
Bayangmu membekas pekat dalam kandung ingatan
Mengikutiku kemana ku pergi
Namun ragamu tak ada ...
Senja kala itu
Menggoreskan sejuta luka dan mimpi terpendam
Menimbulkan kerinduan dan isak tangis kepedihan
Bahkan aku masih merasakan hangatnya genggamanmu
Namun apalah dayaku manusia biasa
Waktu memang kejam pada kita
Berlalu begitu saja merengut engkau dariku
Aku hancur menjadi serpihan debu
Namun kau tak seperti dulu lagi
Saat raga dan jiwamu masih di sisiku
Selalu menopangku kala aku hancur
Tapi kali ini berbeda , tulangku ikut remuk bersama hatiku
Yang kau bawa pergi ke alam sana
Jumat, 20 Juni 2014
Hanyalah Rerumputan
Hanyalah Rerumputan
Kuakui kuhanyalah sebagai rumput hijau
Liar dan tak pernah dihiraukan
Begitupun aku , tak pernah terpilih jadi yang terbaik
Engkau katakan begitu
Ku hanya bisa pasrah dan merasa ,
Bagai reumputan liar dan bayangan semu yang hampa
AKu takkan pernah menjadi sang primadona
BAgai rerumputan di tepi hutan
Yang hanya tumbuh tanpa dirawat
Kubagaikan sampah yang tak pernah diharapkan
Tapi ketahuilah ,
Aku masih berarti ...
Walau hanya untuk sekumpulan binatang
Engkau memang kejam
Namun engkau juga benar
Aku hanyalah sebagai rerumputan semu
Hanyalah sebagai bayangan hitam
Yang selalu kau injak dengan sepatu mewahmu
Bersama sang bunga mawar yang mendampingimu
Aku ...
Hanyalah rerumputan semu ...
Rabu, 18 Juni 2014
Menghitung Hari
Menghitung Hari
Kini ku hanya bisa menghitung hari
Menikmati detik-detik terakhir kebersamaan ini
Di antara canda tawa
Tersirat sebuah kenyataan
Bahwa mungkin kita tak bisa seperti kini lagi
Betapa jauh jarak kita nanti
Dan kuyakin kan sulit kembali berjumpa
Bercanda ria ...
Ataupun menangis bersama
Tapi kujanji
Kasih ini akan selalu menjerit keras padamu
Melalui kandung ingatan
Kuhanya bisa menghitung hari
Saat-saat tegang yang kita alami
Menghargai tiap detik waktu yang takkan terulang
Ketika kau dan aku berpisah
Ketika semua momen ini terlepas
Kan kuingat selalu
Saat sulit kita , saat gembira kita
Bahkan saat antara kita tercipta jarak tak kasat mata
Kawan ...
Sekali lagi kita menghitung hari
Waktu ini akan segera habis
Membuka lembaran baru
Menemui orang-orang baru
Lalu ....
Berjanjilah pada dunia
Tak boleh engkau dan aku lupa
Waktu dulu dan saat ini
Bahwa kita pernah menghabiskan sepotong waktu bersama
Tak perduli berapa lama pun kita tak berjumpa
Marilah menghitung hari
Dan berjanji pada semua
Bahwa semua ini akan selalu teringat kita
Jumat, 13 Juni 2014
Senja Kala Itu
Senja Kala Itu
Ingatkah kau tentang kenangan ini ?
Saat sebuah senyum tak lekang dari wajah kita
Saat sebuah senyum tak lekang dari wajah kita
Yang berangkulan menanti tenggelamnya sang mentari
Sesekali ombak membasahi kaki kita
Ingatkah kau tentang senja kala itu
Waktu terakhir kita bersama
Bahkanpun kita tak tahu
Tak menyadari
Senja kala itu adalah tanda berakhirnya kebersamaan kita
Air mata ku terus mengalir
Seakan tak pernah cukup waktu untuk menangisimu
Senja kala itu telah merenggut semua tentang mu
Di saat takdir berputar seratus delapan puluh derajat
Senyum itu berubah menjadi isak tangis kehilangan
Di manakah engkau kini ?
Apakah engkau masih mengenang senja kala itu ?
Apakah engkau masih mengenang senja kala itu ?
Sesekali menangis memanggil namaku
Seperti aku yang selalu begitu
Senja kala itu menggoreskan suka juga duka
Angin berhembus kencang
Menyadarkanku dari sebuah angan
Senyumanmu masih ada
Di hatiku untuk selamanya
Senja kala itu
Saat kita bersama ....
Rabu, 04 Juni 2014
puisi (lagi)
Di Antara Isak Tangis
Saat kuterpaksa melepasmu
Terasa amat menyiksa batinku
Hingga tak satupun tetes air mata
Mampu keluar dari tempat persembunyiannya
Dan di antara isak tangis memecah keheningan
Sampai debur ombak menghampiri bibir pantai
Ingin kuteriakan padamu yang smakin jauh
Meminta padamu untuk tetap tinggal
Aku tahu memang sudah seharusnya
Semua terjadi dan aku hampir mati sendiri
Harusnya engkau tahu , semua ini bukan kuasaku
Harusnya engkau lihat , betapa menderitanya aku
Di antara isak tangisku , kupanggil namamu
Berharap sang fajar datang dan aku terbangun dari mimpiku ini
Di antara isak tangisku , semilir angin mencumbu wajahku
Kubisikkan pesan rindu dan berharap sang angin mengantarnya padamu
Kau teganya menyuruhku bertahan
Bertahan disemua ketidakpastianmu
Bahkan ku sendiri tak bisa lagi bicara
Biar keheninganku mengungkapkan semuanya
Di antara isak tangis kepedihan
Kuteriakan pada laut tentang perasaanku
Di antara debur ombak yang membasahi kakiku
Dengarlah kukirimkan pesan rindu lewat puisi ini
Pulanglah dan hamburkan dirimu kepelukanku
Datanglah dengan semua kepastian
Atau pergilah saja dan tak usah kembali
Namun bayangmu terus mengikuti menyiksa-nyiksa hatiku
Senin, 02 Juni 2014
Sahabat
SAHABAT
Tiada hari kulewati tanpamu
Semua canda tawa dan suka duka mengisi hari-hari kita
jemarimu terus mengisi jarak antar kelima jariku
Menyalurkan kekuatan manakala aku lemah
Memberikan penghiburan manakala aku menangis
Sahabat ,
Terimakasih atas kehadiranmu dalam hidupku
Menggoreskan kenangan yang takkan terhapus
Memberikan kehangatan pelukanmu
Menyokongku dan mendoakanku
Menyayangiku manakala seluruh dunia membenciku
Mempercayaiku manakala mereka terus menuduhku
Terimakasih telah menjadi fajar buatku
Sahabat ,
Manakala waktu menggerogoti persahabatan kita
Sampai tiba di mana kita menutup mata
Ingatlah sesuatu ,
Aku dan kau bagaikan bintang
Sekalipun tak terlihat
Tapi kau tahu aku selalu di sana
Atau aku pun tahu kamu selalu menerangiku dari sana
Terimakasih , Sahabat
Langganan:
Postingan (Atom)